Twitter

Wednesday, October 24, 2012

Menjadi pribadi yang bermanfaat

Menjadi pribadi yang bermanfaat


Kisah Kunci Ka’bah

Posted: 23 Oct 2012 09:29 PM PDT

Ahli sejarah dan tafsir menyebutkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ketika pembukaan kota Makkah  mengambil kunci Ka'bah yang mulia dari tangan Ustman bin Thalhah, kemudian beliau masuk dan shalat 2 rakaat di dalamnya kemudian keluar sambil membaca perkataan Allah  Subhanahu wa Ta'ala:

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa' : 58).

Imâm Thabrani Rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiallahu 'Anhuma  bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

 "Ambillah dia hai bani Thalhah, untuk selama-lamanya, tidaklah mengambilnya dari kamu kecuali orang zhalim." (Dalam Mu'jam al-Kabir, No. 11234) Maksudnya adalah kepengurusan dan penjagaan pintu Ka'bah.

Dan Sahabat ini adalah Ustman Bin Thalhah bin Abi Thalhah Radhiallahu 'Anhu dari Bani Abdiddar. Utsman masuk Islam pada Perjanjian Hudaibiyah, hijrah bersama Khalid Bin Walid Radhiallahu 'Anhu dan menghadiri Fathul Makkah bersama Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, kemudian Nabi mengambil kunci tersebut darinya. Hadits Shahîh dalam Bukhari dan Muslim.

Pembesar juru kunci Baitullah al-Haram, Syaikh Abdul Aziz Bin Abdillah Asy-Syayyi, dialah pembawa  kunci Ka'bah. Anaknya Nizar Asy-Syayyi berkata: "Kita juga disebut Al-Hijabi, artinya yang menjaga rumah (Ka'bah). Sungguh Allah Subhanahu wa Ta'ala berkehendak agar Ka'bah yang mulia mempunyai pengurus atau penjaga, yaitu mereka yang diberi tanggung jawab dalam hal ini. Juga hendaknya Ka'bah mempunyai kunci yang telah kami terima dari keluarga Syayyi. As-Sadanah mempunyai arti yang beragam dalam kamus bahasa Arab, seperti: Al-Amin (orang terpercaya),  Al-Khadim (pelayan), Al-Hajib (juru kunci, penjaga pintu), …dan seterusnya."

Dan sadanah Ka'bah kembali kepada sejarah pembangunannya. Artinya menangani semua urusan mulai dari membuka, menutup, membersihkan, mencuci, memberinya kain kiswah (penutup ka'bah) dan memperbaiki kain ini apabila robek, menerima tamu-tamunya dan semua yang berkaitan dengan itu. Yang  telah menangani masalah sadanah ini adalah Ismail kemudian keturunannya, sampai masa Kushai bin Kilab. Kemudian Kushai mengambil sadanah Ka'bah dari Khuza'ah yang telah menguasai sadanah dengan kekuatan untuk waktu yang tidak lama. Ia adalah sebuah kabilah yang hijrah dari Yaman setelah bobolnya tembok bendungan Ma'rib. Mereka menuju Makkah dan tinggal di Makkah.

Kushai mempunyai anak yang bernama Abduddar, Abdul Manaf, Abdul 'Uzza, dan Abdu Kushai dan setelah wafatnya Kushai beralihlah sadanah kepada Abdiddar dan anak-anaknya, sampai ada di antara mereka Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah dan anak pamannya Syaibah Bin Utsman bin Abi Thalhah.

Nasab sadanah Ka'bah yang mulia sekarang ini berakhir sampai sahabat Syaibah bin Utsman bin Abi Thalhah Radhiallahu 'Anhu. Ia telah masuk Islam pada Fathul Makkah. Ini menurut riwayat yang paling shahîh. Ia mempunyai keutamaan shuhbah (menemani Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ) dan periwayatan hadîts  dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Mereka adalah tempat penghormatan dan pemuliaan sebagaimana riwayat-riwayat yang menunjukkan  tentang hak-hak mereka. Mereka senantiasa dimuliakan dan dihormati oleh para penguasa muslim secara umum. Keberadaan mereka senantiasa menjadi bagian dari mukjizat Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang memberitakan kepada ummatnya tentang hal itu dengan perkataan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

"Ambillah dia hai Bani Thalhah untuk selama-lamanya, tidaklah mengambilnnya (melepasnya) dari kamu kecuali orang-orang zhalim."

Kisah perpindahan kunci Ka'bah diceritakan oleh Nizar Asy-Syayyi: "Sadanah beralih ke tangan kami sejak masa kakek kami (Kushai) dan berpindah di antara anak-anaknya Abdiddar yang dia mempunyai 5 anak laki-laki. Dia tidak keluar pada musim dingin dan musim panas, lalu saudara-saudaranya mencelanya karena hal itu. Ketika bapaknya (Kushai) mendengar celaan mereka ia berkata: "Demi Allah, aku akan memprioritaskan kamu daripada mereka." Lalu bapaknya tersebut memberinya hak memberi minum (para pengunjung) Ka'bah, kepengurusan sadanah, kepemimpinan dan musyawarah, pertolongan dan bendera perang. Ketika saudara-saudaranya datang mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya engkau telah mengambil semua kemuliaan dan engkau tidak meninggalkan sedikitpun untuk kami." Lalu dia berkata: "Ambillah semuanya, kecuali sadanah (juru kunci ka'bah) dan riasah (kepemimpinan), yang mana dia adalah pemimpin Quraisy."

Dan diperjelas lagi bahwa kunci tersebut tersimpan di dompet hijau tertulis di atasnya ayat yang mulia yang turun pada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pada Fathul Makkah [????????? ????????????? ????? ?????????] "Dan kembalikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya."

Sebab turunnnya adalah katika Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam masuk Ka'bah setelah Fathul Makkah menuju Ka'bah, pamannya Abbas Radhiallahu 'Anhu meminta darinya untuk menggabungkan sadanah dan siqayah (pemberian minum para tamu Ka'bah). Lalu turunlah ayat ini kepada Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam  dan Beliau berada di dalam Ka'bah. Ayat ini menjadi penyebab dikembalikannya kunci kepada kakeknya Utsman bin Thalhah, dan beliau berkata kepadanya:

"Ambilah dia hai Bani Thalhah Khalidah Talidah, tidaklah seorang mengambilnya dari kamu kecuali orang yang zhalim." (SY)*

Sumber: http://qiblati.com/kunci-kabah.html

Artikel: www.kisahislam.net

Istri Al-Qadhi Syuraih Yang Menyejukkan Hati

Posted: 23 Oct 2012 09:25 PM PDT

Sebaris kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seorang istri yang ingin menjadi perhiasan terindah dunia dan bidadarinya akhirat  yaitu wanita shalihah. Semoga melalui kisah ini dapat menjadi inspirasi bagi seseorang yang mendambakan keluarga sakinah mawadah wa rahmah yang diridhai oleh Allah  'Azza wa jalla

Ia menceritakan pengalamannya: "Ketika aku menikahi Zainab binti Hudair aku berkata dalam hati: Aku telah menikah dengan seorang wanita Arab yang paling keras dan paling kaku tabiatnya. Aku teringat tabiat wanita-wanita bani Tamim dan kerasnya hati mereka. Aku berkeinginan untuk menceraikannya. Kemudian aku berkata (dalam hati): "Aku pergauli dulu (yaitu menikah dan berhubungan dengannya), jika aku dapati apa yang aku suka, aku tahan ia. Dan jika tidak, aku ceraikan ia."

Kemudian datanglah wanita-wanita bani Tamim mengantarkannya. Dan setelah ditempatkan dalam rumah, aku berkata: "Wahai fulanah, sesungguhnya menurut sunnah apabila seorang wanita masuk menemui suaminya hendaklah si suami shalat dua rakaat dan si istri juga shalat dua rakaat."

Akupun bangkit mengerjakan shalat kemudian aku menoleh ke belakang ternyata ia ikut shalat di belakangku. Seusai shalat para budak-budak wanita pengiringnya datang dan mengambil pakaianku dan memakaikan padaku pakaian tidur yang telah dicelup dengan za'faran.

Dan tatkala rumah sudah kosong, aku mendekatinya dan aku ulurkan tanganku kepadanya. Ia berkata: "Tahan dulu (sabar dulu)."

Aku berkata dalam hati: "Satu malapetaka telah menimpa diriku." (yakni musibah telah menimpa dirinya)

Lalu ia memuji Allah kemudian memanjatkan shalawat atas Nabi r lalu berkata: "Aku adalah seorang wanita Arab. Demi Allah, aku tidak pernah melangkah kecuali kepada perkara yang diridhai Allah. Dan engkau adalah lelaki asing, aku tidak mengenali perilakumu (yakni aku belum mengenal tabiatmu).

Beritahulah kepadaku apa saja yang engkau suka hingga aku akan melakukannya dan apa saja yang engkau benci hingga aku bisa menghindarinya."

Aku berkata kepadanya: "Aku suka begini dan begini (Syuraih menyebutkan satu persatu perkataan, perbuatan, makanan dan segala sesuatu yang disukainya) dan aku benci begini dan begini (Syuraih menyebutkan semua perkara yang ia benci)."

Ia berkata lagi: "Beritahukan kepadaku siapa saja anggota keluargaku yang engkau suka bila ia mengunjungimu?"

Aku (Syuraih) berkata: "Aku adalah seorang qadhi, aku tidak suka mereka (anggota keluargamu) membuatku bosan."

Maka akupun melewati malam yang paling indah, dan aku tidur tiga malam bersamanya. Kemudian aku keluar menuju majelis qadha', dan aku tidak melewati satu hari melainkan hari itu lebih baik daripada hari sebelumnya.

Tibalah waktu kunjungan mertua.

Yaitu genap satu tahun (setelah berumah tangga).

Aku masuk ke dalam rumahku. Aku dapati seorang wanita tua sedang menyuruh dan melarang.

Aku bertanya: "Hai Zainab, siapakah wanita ini?"

Istriku menjawab: "Ia adalah ibuku."

"Marhaban", sahutku.

Ia (ibu mertua) berkata: "Bagaimana keadaanmu hai Abu Umayyah?"

"Alhamdulillah baik-baik saja", jawabku.

"Bagaimana keadaan istrimu?" Tanyanya.

Aku menjawab: "Istri yang paling baik dan teman yang paling cocok. Ia mendidik dengan baik dan membimbing adab dengan baik pula."

Ia berkata: "Sesungguhnya seorang wanita tidak akan terlihat dalam kondisi yang paling buruk tabiatnya kecuali pada dua keadaan: Apabila sudah punya kedudukan di sisi suaminya dan apabila telah melahirkan anak. Apabila engkau melihat sesuatu yang tak mengenakkan padanya pukul saja. Karena, tidaklah kaum lelaki memperoleh sesuatu yang lebih buruk dalam rumahnya selain wanita warhaa' (yaitu wanita yang tidak punya kepandaian dalam melakukan tugasnya).

Syuraih berkata: "Ibu mertuaku datang setiap tahun sekali kemudian ia pergi sesudah bertanya kepadaku tentang apa yang engkau sukai dari kunjungan keluarga istrimu ke rumahmu?"

Aku menjawab pertanyaannya: "Sekehendak mereka!" Yaitu sesuka mereka saja.

Aku hidup bersamanya selama dua puluh tahun, aku tidak pernah sekalipun mencelanya dan aku tidak pernah marah terhadapnya."

Dikutip dari buku,"  Agar Suami Cemburu Padamu"
Buku ini bisa menjadi bekal bagi seorang istri untuk menjadi wanita perhiasan dunia dan bidadarinya akhirat. Pembahasannya yang akurat dan sesuai dengan hadits-hadits Rasulullah dapat menjadi kesan tersendiri bagi pembaca.

0 comments:

Post a Comment