Twitter

Wednesday, February 22, 2012

Selamat Datang Disingasana Swadexi

Selamat Datang Disingasana Swadexi


Indahnya Tugu Tabot di Bengkulu

Posted: 22 Feb 2012 02:45 AM PST

Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang tentang kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah (681 M).

Perayaan di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syeh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada tahun 1685. Syeh Burhanuddin (Imam Senggolo) Menikah dengan wanita Bengkulu kemudian anak mereka, cucu mereka dan keturunan mereka disebut sebagai keluarga Tabot. upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram (berdasar kalendar islam) setiap tahun.

Pada awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harafiah berarti "kotak kayu" atau "peti".

Dalam al-Quran kata Tabot dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil di masa itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka bila benda itu hilang.

Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu. Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut paham Syi'ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut, didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang kebetulan merupakan penganut Islam Syi'ah.

Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan pemukiman baru yang disebut Berkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.

Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat, yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, namun cara pelaksanaannya agak berbeda.

Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi'ah untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi'ah, upacara ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan pengembangan budaya daerah Bengkulu setempat.

Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di Bengkulu, misalnya, Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang melaksanakan Tabot, sedangakan di Pariaman hanya terdiri dari 2 macam Tabot (Tabuik) yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda. Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin.

Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah. Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai Tabot pembangunan (Tabot yang keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak).
oiler for Foto:


Spoiler for Foto:


Spoiler for Perayaan:


Spoiler for Foto:


Spoiler for Perayaan:


Spoiler for Foto:


Spoiler for Tugu:


Spoiler for Perayaan:

Spoiler for Tugu:

Spoiler for Tugu:

Spoiler for Tugu:

Spoiler for Tugu:



Indah banget ya gan.. menurut ane, bengkulu ini punya potensi besar sebagai provinsi pariwisata, soalnya terdapat pantai dan tempat wisata kayak hotel melborough dan juga kediaman bung karno disaat pengasingan
Spoiler for Benteng Marlborough:

Spoiler for Rumah Pengasingan Bung Karno:

0 comments:

Post a Comment